Orang -Orang Bertopeng

SUKRON, malam Jumat Kliwon itu sengaja tidak keluar rumah. Rasa khawatir dan takut selalu menghantui perasaannya, karena seminggu belakangan ini, ia dicari-cari orang tak dikenal dan mengancam akan membunuh. Ia tak habis pikir, mengapa orang-orang tak dikenal itu, terus mencarinya. Sukron juga teringat seminggu lalu, saat ia akan berangkat kuliah dihadang beberapa orang dengan memakai penutup muka, mengacung-acungkan pedang persis di depan mukanya.
Saat itu ia berpikir orang-orang bertopeng itu hanya salah orang. Sebab ia merasa tidak punya masalah dan tidak pernah membuat persoalan dengan orang-orang yang tidak dikenalnya. Tetapi sejak peristiwa menakutkan itu, tiap hari ada saja yang mencarinya. Bahkan kemarin ia harus lari menyelamatkan diri, ketika orang-orang bertopeng itu mengejarnya dan mengibas-ibaskan pedang yang diarahkan ke tubuhnya.”Benar Pak, saya tidak bohong. Orang-orang bertopeng itu, akan membunuh saya” jelas Sukron pada Pak RT.”Tiap hari mereka mencari saya untuk dibunuh. Betul Pak, saya tidak tahu kesalahan saya.”Pak RT hanya tersenyum mendengar penjelasan Sukron.”Mosok to dik, anda dikejar-kejar akan dibunuh tapi tidak tahu apa kesalahannya”, ucap Pak RT sambil mengisap rokok.”Betul Pak, saya tidak tahu, kenapa mereka akan membunuh saya””Saya mohon maaf Dik, saya itu cuma Ketua RT, jadi saya tidak bisa membantu persoalan Dik Sukron. Tapi perlu Dik Sukron ketahui, kalau orang-orang bertopeng itu mencari dan akan membunuh Dik Sukron, pasti Dik Sukron punya kesalahan dan kesalahan itu biasanya perihal keterlibatan seseorang dalam sebuah pergerakan”.Sukron kaget dan sekaligus ketakutan, setelah mendengar penjelasan Pak RT. Ia cepat-cepat angkat kaki dan ke luar dari tempat itu. Sukron merasa Pak RT tahu keberadaan orang-orang bertopeng yang mengejarnya. Sukron mempercepat langkah agar segera sampai rumah. Rasa was-was dan khawatir terus mengikat perasaannya. Apalagi setelah belokan jalan depan Pak RT, ia merasa ada suara langkah kaki yang membuntutinya.
Sukron terus melangkah dan akhirnya rasa takut itu, memacu langkah kakinya dan secepat kilat, ia berlari tunggang langgang memasuki pekarangan rumahnya. Cepat Sukron masuk kamar dan mengintip ke luar dari balik gorden jendela. Sukron terkejut dan ketakutan yang luar biasa dengan apa yang dilihatnya. Orang-orang bertopeng itu sudah ada di halaman rumahnya. Ia tidak bisa berbuat banyak lagi, kecuali pasrah dengan apa yang akan terjadi.Malam terus berlalu, bulan ditelan awan hitam. Tubuh Sukron gemetar tak berdaya, sebab minta tolong ke tetanggapun sudah tidak mungkin.
Sukron semakin bingung dengan apa yang akan dilakukan. Rumah yang biasanya ramai malam ini seperti kuburan. Orangtua Sukron serta kedua adiknya, sudah hampir seminggu belum pulang membesuk kakek yang sakit di desa. Belum juga hilang kegelisahan Sukron, tiba-tiba...”Prang!!” kaca jendela kamar Sukron pecah kena lemparan batu dari luar. Sukron berlari ke kamar orangtuanya. Belum juga ia duduk di sudut kamar, ”Prang!! Prang!!!” kaca jendela kamar orangtuanya pecah, dan salah satu pecahannya tepat mengenai dahinya. Darah meleleh ke mukanya. Di usap darah itu, lalu berlari ke ruang tengah. Namun pandangan Sukron makin lama makin kabur. Seluruh barang yang iia lihat berubah menjadi dua, kursi, meja, lukisan, vas bunga, pintu, jendela. Ia mencoba melangkah ke arah kursi, tapi belum juga sampai sudah ambruk dan pingsan.Angin berhembus pelan, mengiringi kepergian orang-orang bertopeng yang penuh dendam dan amarah itu.Malam terus bergerak, melepas ribuan hawa menyeramkan di seputar rumahnya. Sukron terus mempenjarakan keinginannya untuk keluar rumah. Sementara orang-orang tumpah ruah ke luar rumah untuk melihat layar tancap di lapangan pojok desa. Cewek-cewek dan teman-temannya pasti ada di lapangan, mereka saling bercanda sambil melihat film yang sengaja diputar oleh perusahaan jamu itu. Sukron hanya membayangkan segala kemeriahan di luar. Ia lebih menyayangi nyawanya daripada sekadar merayakan tahun baru.Tepat jam sepuluh malam, masyarakat teriak histeris, ketika adegan-adegan film horor semakin mencekam. Teriakan-teriakan ketakutan penonton melambung memenuhi udara.”Praaak!!” pintu rumah Sukron pecah. Sukron terkejut ketika orang-orang bertopeng itu masuk rumahnya dengan paksa. Ketakutan tiba-tiba menyergapnya tanpa ampun, kemudian ia berlari meloncat jendela dan hilang di kegelapan.”Mana dia?!” teriak salah seorang”Terus cari sampai ketemu!!” ucap yang lain”Malam ini dia harus mati!!” teriak seseorang dengan tubuh tinggi.”He..!! Dia kabur meloncat jendela” teriak laki-laki bertopeng itu.”Kejar!!” perintah orang bertubuh jangkung itu.Pedang-pedang mereka berkilatan terkena cahaya lampu. Setelah merusak seluruh isi rumah, mereka pergi mengejar Sukron.Malam terus merangkak. Bulan berkilauan menebarkan warna perak. Orang-orang masih asyik melihat film. Sukron terus berlari, meloncat-loncat dengan nafas tersengal. Kakinya yang melepuh tak digubris lagi. Bahkan bajunya sudah basah oleh keringat. Akhirnya Sukron menghentikan pelariannya dan duduk di sebuah warung. Nafasnya masih belum teratur, meloncat-loncat saling berebut untuk keluar dan masuk dan keluar dari hidung dan mulut.”Minum apa Mas?” tanya perempuan pemilik warung yang matanya sudah ngantuk.”Es teh” jawab Sukron dengan mata terus memandangi jalanan depan warung.”Wah, ndak ada. Jam satu malam kok cari es teh” gerutu pemilik warung.”Ya sudah, teh hangat saja” sahut Sukron tak sabar.Belum lagi teh hangat selesai dibuat, Sukron melihat konvoi motor dengan orang-orang bertopeng. Pedang mereka berkilatan. Sukron cepat-cepat lari dari tempat itu.”Mas, ini wedang tehnya. Wouw ra urus! Pesen teh hangat kok malah pergi” ucap pemilik warung itu dongkol.Perempuan pemilik warung itu akhirnya tersenyum, setelah melihat konvoi motor itu berhenti di depan warungnya.”Silakan, mau makan apa? Minumannya juga komplet” ucap pemilik warung setengah teriak.”Ayo makan!” teriak orang bertopeng yang berhenti lebih dulu.”Makan! makan!” teriak yang lain.Orang-orang bertopeng dengan duapuluh motor itu berhenti, lalu masuk ke warung dan memakan apa saja yang tersaji di meja. Dalam sekejap, tahu, tempe, ayam goreng, telur, roti dan berbagai makanan ludes. Perempuan pemilik warung itu matanya terbelalak tak percaya dengan apa yang dilihat. Bahkan ia tak mampu lagi mengenali satu-persatu, kalau diminta menghitung yang mereka makan.Tiba-tiba pemilik warung tersenyum tipis, sebab ia sudah mendapatkan jumlah duit yang akan diucapkan pada mereka!”Duaratus ribu”, ucap perempuan pemilik warung itu dalam hati.Namun perempuan pemilik warung itu tiba-tiba menjerit-jerit minta tolong. Sebab orang-orang bertopeng itu secepat kilat meloncat ke motor mereka dan meninggalkan warung tanpa membayar sepeserpun. Perempuan pemilik warung itu akhirnya ambruk dan pingsan.Lapangan pojok desa masih ramai. Orang-orang masih duduk-duduk di rerumputan setelah melihat film. Sukron menelusup di keramaian. Dia coba mencari teman-temannya tapi tak diketemukan. Lalu ia sembunyi di kerumunan dan duduk di bawah pohon beringin pojok lapangan. Ia menata perasaan takutnya yang bertubi-tubi menghantuinya. Tanpa diketahui Sukron, sepasang mata terus mengawasi gerak-geriknya. Tubuh Sukron lemas dan lelah. Pandangan matanya berkunang-kunang karena kecapekan. Pelan-pelan ia bersandar di batang pohon beringin. Tertidur. Belum limabelas menit, ia tertidur:”Crass!! kilatan pedang tajam mengenai tubuhnya.Sukron mengaduh. Darah segar keluar deras dari tubuhnya. Dia berusaha lari dari tempat itu.”Craas! Craass!!” sabetan pedang lain menghajar tubuhnya lagi. Darah muncrat tak tertahankan. Mata Sukron kabur tertutup darah. Ia pun ambruk. Orang-orang bertopeng itu kemudian pergi. Orang-orang yang melihat ternganga tak percaya.”Demonstran itu telah mati!! teriak orang-orang bertopeng itu. ”Makanya tidak usah njago!!!Yogya, 2003

Tidak ada komentar: