Kampanye


WIRO GONDRONG, sejak pagi telah mempersiapkan motor bututnya Saringan knalpotnya dicopot, hingga suara mesin motor itu, menggelegar bagai petir. Jadwal kampanye partainya, sudah ia dengar dari kawan-kawan kampungnya seminggu yang lalu. Rambut Wiro yang gondrong sebahu itu, dicukur plontos dan ia gambari partai politik pilihannya. Ia memang janji dalam hati, kalu kampanye pertamanya akan mencukur seluruh rambutnya.
“Ro kamu tidak usah ikut-ikutan kampanye” Ucap Mbok Genuk
“Biar, kampanye itu, pestanya rakyat” Jawab Wiro, sambil mengelap motor bututnya.
“Wong edan, coba bercermin sana. Kepala itu, kamu gambari apa? Ucap Perempuan setengah baya itu, bersungut-sungut
‘Wah Simbok itu, tidak tahu. Ini yang namanya fanatik partai Mbok” Jawab wiro, dengan bangga
“Fanatik gundulmu itu, sudah pokoknya kamu tidak boleh ikut kampanye memakai motor peninggalan Bapkmu itu” Ucap Mbok Genuk, geregetan.
“Tapi aku sudah janji, akan ikut kampanye” Jawab Wiro, pelan
“Tidak boleh, jangan sekali-kali kamu pakai motor Bapakmu untuk kampanye” Ancam mbok genuk, dengan nada tinggi.
“Ah luweh!!” Jawab Wiro, sambil menghidupkan motor dan tancap gas.
“Wiro!! Wiro.!!! Jangan nekat…” Teriak Mbok Genuk, cemas.
Di pojok desa, kawan-kawan Wiro telah menunggu. Kehadiran wiro, membuat mereka semakin bersemangat. Apalagi melihat kepala Wiro, dengan kepala botak bergambar partai idola mereka.
“Wah hebat kamu ro, kamu akan jadi pusat perhatian di alun-alun nanti” Ucap Joko, memuji.
“Betul ro, para wartawan pasti akan memotret kamu dan di muat di koran” Ucap Menot, bangga
“Kita bakalan terkenal, pokoknya kamu akan jadi maskot partai kita” Ucap yang lain.
‘Sudah, kita berangkat ke alun-alun” Teriak Joko
“Kita putar-putar kampung dulu, biar semua melihat Wiro” Ucap Menot
“Baik, semua motor di belakangnya Wiro” Perintah joko, bersemangat.
HARI MERANGKAK SIANG. Matahari menyengatkan ke tubuh simpatisan partai itu, bersama raung knalpot. Orang-orang kampung berlarian di pinggir-pinggir jalanan kampung. Mereka berteriak-teriak gembira melihat Wiro dan rombongan.
“Hidup Wiro!! Hidup Wiro!!!!” Teriak orang-orang kampung, sambil melambaikan tangan.
“Edan tenan, wiro mencukur rambutnya sampai plontos” Ucap Yu Suti
“Tapi Wiro jadi tambah ganteng lho” Ucap Bude Jimah, sambil tertawa ngakak.
“Iyo, Wiro bakalan terkenal dengan, rambut gundul bergamabar partai itu, sahut Pakde Jingun.
Rombongan motor, wiro terus berkonvoi keluar dari kampung. Suara knalpot terus bersahutan bagai simponi. Orang-orang terus membicarakan Wiro, hampir semua senang melihat perubahan dalam diri Wiro. Bukan lantaran Wiro ikut kampanye, tapi wiro telah menepati janjinya untuk memotong rambutnya.
ALUN-ALUN penuh dengan simpatisan partai pilihan Wiro, Mereka melakukan berbagai atraksi. Dari mulai atraksi musik dengan knalpot, baju yang dipakai maupun bendera lambang partai mereka. Suasana alun-alun semakin ramai, ketika penyanyi dangdut mulai bernyanyi dan bergoyang. Wiro dan semua simpatisan larut ikut bergoyang.
Namun tiba-tiba ….Penyanyi itu berteriak,
“Kamu yang kepalanya Botak naik ke panggung, bergoyang denganku!!”
Dengan sedikit malu, Wiro melangkah naik ke panggung. Wiro bergoyang dan bernyanyi bersama. Para simpatisan banyak yang bangga melihat dandanan dan kepala wiro yang bergambar partai. Wiropun semakin bersemangat, apalagi setelah salah satu panitia menemui Wiro.
“ Pak Cepres, meminta anda ada disampingnya saat beliau berpidato” Ucap Panitia.
“Wah saya ndak berani mas” Jawab Wiro
“Tolong Mas, Pak Capres sendiri yang meminta” Pinta, panitia itu, dengan memohon.
“Saya nanti harus berbuat apa” Ucap Wiro, Bingung
“Anda hanya berdiri, disamping Pak Capres” Jelas, Panitia itu, sambil menunjukan tempat wiro akan berdiri di panggung.
“O.. Cuma berdiri, Ok –lah” Jawab Wiro, santai
“Terima kasih Mas, anda memang simpatisan militan” Ucap panitia itu, sambil menyamalami Wiro.
MENJELANG SORE. Simpatisan partai sudah tidak sabar. Mereka berteriak-teriak agar Capres mereka mulai berpidato.
“saudara-saudara para simpatisan partai yang saya banggakan, mari kita sambut Capres kita” Suara MC, bersemangat.
Pak Capres melangkah ke panggung yang di ikuti oleh Wiro di belakangnya. Kehadiran Pak Capres di panggung disambut yel-yel partai dari simpatisan. Lapangan itu, nyaris tanpa suara knalpot. Semua simpatisan berdiri, melihat Pak Capres dan Wiro berdiri dengan gagah di sampingnya. Para wartawan baik koran dan TV, bergerak di depan panggung. Kamera TV, dan koran berjejal mengambil momen itu.
“Saudara-saudara kader partai yang saya cintai, siang ini kita harus memperkuat barisan kita. Negara ini harus bersih dari korupsi,Kolusi dan nepotisme. Partai kita harus menyatakan kebenaran, maka coblos partai yang kita banggakan ini, sebab partai ini, akan membawa negara ini dari menuju gerbang kesejahteraan. Sekali lagi coplos partai yang kita banggakan ini. Sekian” Pak Capres, mengakihiri orasinya, sambil menjabat dan merangkul Wiro. Kejadian luar biasa itu, tidak di sia-siakan seluruh wartawan.
Gelegar suara knalpot, dan yel-yel simpatisan mengiringi turunya Pak Capres dan Wiro dari panggung.
KAMPANYE di lapangan itu, diakhiri dengan konvoi kendaraan. Wiro diminta panitia dibarisan terdepan dengan motor bututnya. Wiro benar-benar seperti pejabat. Warga kota gembira dengan pawai cantik itu, mereka berdiri dipinggir-pinggir jalan protokol. Menonton kampanye itu, dengan antusias. Orang-orang yang melihat kampanye itu, kagum dan bangga dengan Wiro yang berkepala plontos bergambar partai.
BEDUG MAGHRIB BERKUMANDANG. Para simpatisan mengakhiri konvoi. Wiro dengan motor bututnya melaju berlahan, menuju rumah. Ia sudah tidak ingat kawan-kawan sekampungnya, apakah sudah pulang atau masih dijalan. Sepanjang perjalanan, perasaan Wiro penuh kegembiraan dan bangga yang luar biasa. Ia tak menyangka, akan seterkenal ini. Ia juga membayangkan, betapa orang-orang kampung akan bangga. Sebab wajahnya akan terpampamg di koran dan televisi bersama tokoh Nasioanl Pak Capres. Ia juga akan katakan pada Simboiknya, bahwa ia telah dipeluk Pak Capres. Perasaan Wiro benar-benar, melambung.
MALAM MERANGKAK. Degup Jantung Wiro, semakin keras. Saat motor butut itu, akan memasuki gerbang kampungnya. Dalam kegelapan ia, melihat beberap motor, menunggu di pintu gerbang kampung. Wiro tersenyum bangga, ternyata kawan-kawanya menunggunya.
“Mereka pasti akan, menyambutnya dengan penuh perasaan bangga. Mereka juga pasti akan menanyakan, perasaanku berdiri diatas satu panggung dengan Pak Capres. Mereka juga akan mengatakan senang, kalau besuk pagi akan melihat wajahku di terpampang di koran dan televisi.” Ucap Wiro dalam hati.
Namun saat Wiro mendekati pintu gerbang, tiba-tiba orang-orang itu mengeluarkan pedang. Wiro hanya sempat melihat orang-orang itu, memakai penutup muka. Sebab tanpa ampun orang-orang itu, mengibaskan pedang mereka ke tubuh Wiro. Darah segar, muncrat dari sekudur tubuh Wiro. Teriakan dan keakitan wiro, menambah orang-orang bertopeng itu semakin beringas. Setelah puas, orang-orang bertopeng itu memacu motor mereka hilang di kegelapan. Wiro tak lagi mampu bergerak, seluruh tubuhnya penuh darah. Nafasnya tersengal dan mati.
PAGI HARI, Orang-orang kampung diliputi kedukaan. Mbok Genuk, pasrah melihat putra satu-satunya itu, ditemukan sudah tak bernyawa. Kabar meninggalnya Wiro, tersebar luas ke pelosok negeri. Mereka berdatangan dan mengucapkan simpati dan belasungkawa. Orang-orang hanya terheran-heran, siapa yang tega melakukan perbuatan biadab itu. Semua orang juga menyesalkan mengapa pesta Demokrasi selalu membawa korban.
Usai memakamkan jenazah Wiro, orang-orang kampung berkumpul di rumah Pak RT. Mereka membaca koran yang memuat wajah Wiro dan melihat tanyangan televisi yang meliput Wiro bersama Pak Capres saat kampanye.
Orang-orang kampung hanya diam, melihat wajah Wiro di televisi. Mereka tak mampu bicara sepatah katapun. Mbok Genuk terus meneteskan air mata di sudut ruang. Hingga Pak RT, berdiri dan ….
“Wiro adalah tumbal pesta demokrasi Negeri ini, kita hanya bisa berharap para wakil rakyat yang terpilih nanti akan memikirkan rakyat. Sebab mereka menjadi wakil rakyat, berkat pengorbanan rakyat kecil seperti Wiro “ Ucap Pak RT.
“Amin…. “ Sahut orang-orang kampung.


Yogya,2004
Pesan bagi calon-calon wakil rakyat




Tidak ada komentar: