Serangan Fajar


PAGI CERAH. Darpo dan beberapa orang masih memperbincangkan Pasangan presiden mana kiranya yang akan menang dalam pemilu mendatang. Mereka saling berdebat bagai pengamat politik.
“Kalau aku pasti Pasangan Rukmini dan Mas Ngabei yang menang” Ucap Cemplon
“Wah yang ndak bisa, hampir semua penduduk di negeri ini, sudah percaya dengan Pak Gembul dan Pak Siku. Jadi aku pastikan bahwa merekalah yang akan mejadi presiden dan wakil presiden” Sahut Dalijo
“Itu dulu Kang, tapi sekarang belum tentu. Kelihatanya saja banyak, tapi belum tentu menang dalam PEMILU nanti” Sanggah Joyo
“Kamu kemarin lihat sendiri, bagaimana kampanye Pasangan Ibu Rumini dan Mas Ngabei to?. Mbludak bagai lautan. GOR kota penuh sesak oleh pendukungnya. Seluruh jalan protokol macet total, penuh dengan bendera bergambar foto-foto mereka. Ucap Sukiman, sombong
“Kampanye itu, tidak bisa dijadikan ukuran” Sela Darpo
“Kok bisa begitu Lik” Tanya Cemplon
“Lha wong yang pada kampanye itu, pada di kasih duit kok. Bisa jadi lho, hari ini kampanye Pasangan Ibu Rumini dan Mas Ngabei, besuk kampanye pasangan Pak Gembul dan Pak Siku. Lusanya lagi ikut kampanye pasangan Pak Singgih dan Pak Sonto” Jelas Darpo, sambil mengisap rokok filter.
“Iyo po Lik” Tanya Dalijo
“Bener. Kamu tahu Pak Jiman to?” Ucap Darpo
“Pak Jiman, tim sukses pasangan Pak Gembul dan Pak Siku itu? Tanya Cemplon
“Iya, setiap kampanye selalu memberikan uang 25 ribu dan kalau janji mau mencoblos Pak Gembul dan Pak Siku dijanjikan akan di kasih duit 100 ribu” Jelas Darpo, serius
“Wow, makanya kalau mau kampanye pada ngumpul di rumah Pak Jiman” Ucap Joyo, sambil melepas kopiahnya.
“Lha kalau sampeyan itu, pendukung siapa Lik?” Tanya Dalijo
“Aku mendukung semua Pasangan Calon presiden dan wakil presiden itu,” Jawab Darpo, sambil tertawa ngakak.
“Wah edan kalau itu” Sahut Cemplon
“Edan piye? Para Capres itu, kalau ke pilih dapat gaji besar lho. Makanya mereka juga harus membayar kita untuk menaikan para Capres itu” Jawab Darpo
“Bener lho. Kalau mereka ke pilih yang menggaji mereka itu, kita-kita juga lho” Ucap Cemplon
“ Makanya pagi menjelang coblosan nanti, siap-siap sebab ada Serangan Fajar” Ucap Darpo
“Serangan Fajar? Piye” Ucap Cemplon Joyo, Dalijo, bersamaan.
“Pokoknya harus hati-hati pasti ada serangan fajar” Ucap Darpo, sambil melangkah pergi.
“Wah kalau begitu, aku pulang dulu” Ucap Cemplon
“Bener, kita harus mengasah pedang, clurit apa saja yang penting bisa untuk senjata. Ucap Dalijo, sambil melangkah pergi
“Jo tunggu, aku pinjam Cluritmu” Teriak Joyo, lari menyusul Dalijo

MENJELANG BEDUG SUBUH, Darpo sudah meloncat dari ranjang mimpinya. Kunci pintu kamar tamunya sengaja dibuka, dan lampu minyak yang menempel di dindingpun dihidupkan. Darpo ingin menunjukan pada orang-orang bahwa ia sudah bangun dari tidurnya. Ia juga telah mempersiapkan segala sesuatunya, untuk menghadapi serangan Fajar. Darpo duduk gelisah di ruang tamu yang tak terlalu luas itu.
“Tok!! Tok!! Tok!!!” Suara daun pintu di ketuk dari luar
“Siapa?” bisik Darpo, dengan gemetar
“Saya Harun, tim sukses pasangan Pak Gembul dan Pak Siku” Jawab orang dari balik pintu itu
“Sebentar” Ucap Darpo, sambil meloncat mengambil koas bergambar Capres dan Cawapres pak Gembul dan Pak Siku lalu di pakainya.
“Ada yang bisa saya bantu Pak?” Ucap Darpo setelah mempersilahkan tamunya itu duduk.
“Pak Darpo sudah memperolah kartu pemilih?” Tanya Pak Harun
“Sudah Pak, ini punya saya dan ini punya istri saya” Jawab Darpo, sambil meletakan Jartu Pemilih berwarna biru seukuran KTP itu dimeja.
“Bagus. Bapak ikut kampanye Pasangan Pak Gembul dan Pak Siku to? Ucap Pak Harun, tersenyum
“Hampir setiap ada kampanye Pasngan Pak Gembul dan Pak Siku saya selalu ikut, tapi ikut di truk. Maklum Pak tidak punya motor” Jawab Darpo, Bangga
“Bagus, itu satu bukti bahwa Pak Darpo memang pendukung Pak Gembul dan Pak Siku. Maka kedatangan saya kesini, diutus pak Gembul dan Pak Siku, untuk memberikan ini” Ucap Pak Harun, sambil meletakan dua amplop di meja.
“Ee.. ini apa?” Tanya Darpo, pelan
“Wujud terima kasih Pak Gembul dan Pak Siku dan beliau berpesan agar pada pemilu presiden nanti siang, bapak di minta mencoblos Pasangan Pak Gembul dan Pak siku” Jelas Pak Harun
“Oooo. Iya Pak. Tentu saya akan coblos” Ucap Darpo meyakinkan
“Baik Pak saya permisi dulu,” Ucap Pak Harun sambil melangkah keluar
“Pak Harun harus datang kerumah, Dalijo dan Cemplon” Bisik Darpo
“Baik, saya akan kesana” Ucap Pak Harun
BEDUG SUBUH MENGUMANDANG. Menyambut pagi. Burung-burung melemparkan kicauan. Udara segar menerobos masuk ruang tamu. Cepat-cepat Darpo menutup pintu ruang tamu, lalu dengan cekatan membuka dua amplop yang tergeletak di meja.
“Dua ratus ribu” Ucap Darpo, sambil tertawa cekikian. Ia merasa bangga dengan dirinya yang telah mampu mengibuli Pak Harun. Ia menciumi uang kertas itu, dengan girang.
“Tok!!Tok!! Tok!!” Pintu ruang tamu Darpo, diketuk dari luar
secepat kilat Darpo, melompat ke pintu. Uang kertas segera di masukan di saku celananya.
“Siapa? Ucap Darpo, pelan
“Pak Darpo tidak perlu tahu saya, bukalah pintu rumah bapak. Saya Cuma sebentar” Ucap seseorang itu.
Darpo dengan berlahan membuka pintu, tidak terlalu lebar. Namun Darpo mampu melihat seseorang berperawakan besar itu. Memakai topi untuk menyembunyikan mukanya.
“Ini ada rejeki sedikit, Bapak Harus comblos Pasangan presiden dan wakil presiden Bu Rukmini dan Mas Ngabei” Ucap seseorang itu, sambil menyerahkan dua amplop
“Ingat coblos Bu rukmini dan mas Ngabei” Tegas, seseorang itu.
“Baik, saya akan coblos permintaan Bapak” Jawab Darpo, sambil menerima dua amplop.
Setelah Darpo menerima dua amplop itu, seseorang berperawakan besar bergeges meninggalkan rumah Darpo dan hilang di kegelapan. Segera Darpo menutup pintu dan membuka dua amplop di tangannya.
“150 ribu” Pekik Darpo tertahan, penuh kegembiraan. Belum juga pudar kebahagian Darpo. Tiba-tiba Darpo mendengar langkah kaki di depan pintunya. Sesaat Darpo menunggu orang itu, mengetuk pintu. Namun seseorang itu, tidak juga mengetuk pintu Darpo. Kecemasan merasuki diri Darpo, perasaannya diliputi pertanyaan besar. Siapa kiranya orang yang didepan pintu rumahnya.
“Pak Darpo harus mencoblos, Pak Singgih dan Pak Sonto. Ingat itu. Permisi” Ucap seseorang dari balik pintu, sambil mamasukan dua amplop dari celah-celah bawah pintu.
Darpo tanpa menjawab, segera mengambil dua amplop itu dan langsung membukanya.
“Gusti Matur nuwun aku dapat dua ratus ribu lagi” Uacp Darpo, sambil memasukan uang itu dalam celananya.
PAGI MENJELANG. Matahari memutar cahaya megah. Panitia di TPS sibuk menyiapkan berbagai perlengkapan dari surat suara, bilik suara, sound System, kursi. Dan pelengkapan lainnya.
Suti istri Darpo telah siap untuk berangkat. TPS 20 di kampung Darpo sudah ramai. Mereka sengaja datang lebih pagi agar dapat mencoblos lebih dulu.
“Kang ayo berangkat, kok malah belum mandi” Ucap Suti
“Kamu duluan saja, aku nunggu Joyo, Cemplon dan Dalijo” Ucap Darpo, sambil menyerahkan kartu pemilih dan undangan coblosan pada istrinya.
PAGI MERANGKAK. Darpo masih tetap menunggu, serangan fajar dari tim sukses Capres dan Cawapres yang lain. Satu jam, dua jam serangan fajar yang ditunggu-tunggu Darpo tak juga muncul. Maka dengan segera Darpo mencuci muka dan berangkat ke TPS 20.
TPS 20 sudah sangat ramai, setelah mendaftar Darpo duduk di kursi tunggu. Namun tiba-tiba kampung itu, dibuat geger. Beberapa orang di TPS meninggalkan tempat duduknya. Mereka berlarian menuju rumah Dalijo, Cemplon dan Joyo.
“Ada apa dengan Cemplon, Dalijo dan Joyo? Tanya Darpo
“Mereka di tangkap Polisi” Ucap Yu Warih
“Memangnya kenapa” Tanya Darpo penasaran
“Dalijo, Joyo dan Cemplon membunuh orang dan mayatnya sekarang masih di rumah mereka masing-masing” Sahut Pak Sugeng
“Katanya, mereka membabat habis orang-orang mencurigakan yang datang menjelang pagi tadi” Jelas Sodron.
Darpo terperanjat, mendengar penjelasan Sodron. Ia segera berlari menuju rumah Dalijo, Joyo dan Cemplon. Ia terunduk lemas setelah melihat. Mayat yang berlumuran darah itu, adalah Pak Harun, seseorang yang berperawakan besar dan Pak Widi tim sukses Capres dan Cawapres Pak Singgih dan Pak Sonto yang mendatangi rumahnya menjelang subuh tadi.
Komunitas seni Timoho Yogya,2004

Tidak ada komentar: